Minggu, 12 Juni 2016

MASJID TIBAN DAN MAKAM SUNAN KUNING ANTARA SEJARAH DAN CERITA LISAN ISLAM


Memang mengasyikan apabila di bulan Ramadan seperti saat ini mempelajari jejak-jejak sejarah Islam lokal. Sejarah tokoh-tokoh Islam yang ada di daerah memang perlu untuk diketahui bagi generasi muda, sebagai pembentukan karakter atau pendidikan Islam. Masjid dan makam Sunan Kuning yang berada di Desa Macanbang, Kecamatan Gondang merupakan salah satu tokoh Islam yang berada di daerah Tulungagung. Adanya Masjid Tiban dan Makam Sunan Kuning membuktikan jejak-jejak peradaban Islam di daerah Tulungagung sudah mulai ada. Meskipun itu semua perlu untuk ditindaklanjuti sebagai asset daerah yang harus dijaga, dirawat, serta dijadikan tolok ukur peradaban Islam.
Bangunan Masjid Tiban masih nampak kuno dan Makam Sunan Kuning perwujudan bangunannya sudah direnovasi, sedangkan batu nisannya tertumpuk oleh renovasian. Sifat kekunoannya bisa dilihat dari adanya bangunan masjid serta tembok bata yang mengelilingi area makam Mbah Sangiden, area makam yang berada di selatan cungkup Makam Sunan Kuning. Letak Makam Sunan Kuning berada di barat masjid. Dulunya daerah Masjid dan Makam Sunan Kuning masih berbentuk hutan belantara, sedangkan yang membabat kawasan tersebut adalah Mbah Sangiden, tutur juru kunci yang akrab dipanggil Bapak Abdul Ghani (74 Tahun) merupakan keturunan dari Mbah Sangiden.
Mbah Sangiden putra mantu Kiai Kasan Besari Tegalsari Ponorogo, yang membabat hutan pada saat itu menemukan bangunan masjid dan makam. Menurut Bapak Abdul Ghani, atas petunjuk (isyaroh) akhirnya oleh Mbah Sangiden makam itu diberi nama Makam Sunan Kuning, sekarang terkenal dengan sebutan Masjid Tiban dan Makam Sunan Kuning. Penuturan dari Bapak Abdul Ghani selaku juru kunci keturunan dari Mbah Sangiden, pernah menemukan angka 1074, diperkirakan angka tahun, yang berada di salah satu usuk (Bhs. Jawa) bangunan masjid.
Makam Sunan Kuning yang sudah direnovasi, tidak bisa dilihat bukti asli wujud makamnya. Batu nisan dan kijingannya sudah nampak renovasian. Adanya bangunan masjid yang dikenal dengan sebutan masjid tiban, maka bisa disebut situs Islam. Sosok makam yang berada di cungkup besar, dikenal sebagai Sunan Kuning dan adapula makam para sahabat yang berada di sekitarnya. Sedangkan makam yang berada di sebelah selatan bangunan cungkup, merupakan makam keturunan dari Mbah Sangiden sampai anak keturunannya.
Tradisi dibulan Ramadan, seperti tadarusan, membaca tahlil di makam Sunan Kuning, hingga malaman di saat bulan Ramadan, kerap dilakukan oleh warga, maupun warga dari luar daerah. Menurut juru kunci, banyak masyarakat luar daerah Tulungagung yang mengunjungi makam Sunang Kuning pada sabtu, maupun minggu biasanya dari daerah Kediri, Blitar, dan Nganjuk, bahkan dari luar Jawa Timur. Kalaupun haul dari Eyang Sunan Kuning biasa dilaksanakan pada Bulan Selo setiap tahunannya.
Perlunya dijaga, dilestarikan, keberadaan Masjid dan Makam Sunan Kuning, sebagai wujud penghormatan terhadap Eyang Sunan Kuning maupun yang membabat daerah tersebut. Sebagai situs bersejarah Islam, tentu diperlukan kebersamaan dalam menjaga keaslian situs sejarah Islam. Namun dengan adanya perbedaan pendapat, pro dan kontra di kalangan masyarakat, terutama mengenai perenovasian, itu sudah menjadi fenomena di setiap daerah. Sehingga unsur-unsur klasik tetap dipertahankan sebagai simbolisasi, bahwasanya situs tersebut nampak keasliannya. Terutama untuk bidang penelitian, untuk membangun merekonstruksi sejarahnya.