Kamis, 27 Oktober 2016

ASAL USUL KELURAHAN KENAYAN

Membahas adanya asal usul suatu kawasan, desa, dan kelurahan yang ada di daerah Tulungagung, memang tidak ada henti-hentinya. Selalu ada apa yang harus didokumentasikan secara utuh serta apa adanya menurut realita berdasarkan sumber data yang maupun tutur lisan. Maka dari itu dengan segala daya dan upaya akan menyajadikan mengenai kesejarahan asal usul suatu desa/kelurahan yang terdapat di daerah Tulungagung. Sebuah kawasan yang berada di pesisir selatan dari Ibu Kota Propinsi Jawa Timur.


Daerah yang satu ini merupakan sebuah kawasan yang berada di perkotaan. Kelurahan Kenayan terletak di Kecamatan Tulungagung Kabupaten Tulungagung dengan memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:
Ø  Bagian utara berbatasan dengan Desa Kedungwaru
Ø  Bagian timur berbatasan dengan Desa Kedungwaru
Ø  Bagian selatan berbatasan dengan Kelurahan Kepatihan
Ø  Bagian barat berbatasan dengan Kelurahan Sembung
Pada jaman dulu di wilayah barat tumbuh banyak berbagai tanaman liar dan juga terdapat hamparan hutan, pada saat itu belum ada penduduknya. Selain itu di daerah pertokoan BELGA (yang sekarang) dulunya adalah sekolah orang-orang Cina yang terkenal dengan sebutan Cong Wa Cong Wi. Pada saat itu muncul beberapa orang yang dipimpin oleh Mbah Citro Sentono, beliau sebagai sesepuh masyarakat pada saat itu. Beliau melihat keberadaan hamparan hutan serta dijadikan sebagai tempat pembuangan sampah. Maka dari itu beliau bersama teman-temannya membersihkan lahan hutan tersebut, hingga akhirnya berdirilah Desa Kenayan di Whisnu. Sejak tahun 1944 daerah Kenayan dipimpin oleh Mbah Citro Sentono.
Dinamakan Kenayan, dulunya di tapal batas ada pohon Kenango yang pohonnya sangat besar, disitu banyak orang berdatangan dan dipundi-pundi serta membakar kemenyan untuk meminta apa yang diinginkan atau keberuntungan nasib dalam kehidupan. Akhirnya dinamakan Desa Kenayan, karena ada pohon Kenongo dan pembakaran kemenyan yang dilakukan oleh warga.
Dengan adanya perubahan pemerintahan maka sejak tahun 1944 Mbah Citro Sentono diangkat menjadi Kepala Desa Kenayan, yang berkantor di Whisnu Selatan OTB. Pada masanya banyak rakyat yang dagang dan Pecinan masih sedikit, akan tetapi orang Cina pada saat itu menyewa puluhan tahun kepada warga Kenayan setelah itu oleh Pecinan tanahnya dibeli hingga sekarang, orang menganggap kalau usaha di Kenayan akan membawa hoki atau keberuntungan. Maka orang Cina berbondong-bondong menanamkan atau membuka usaha dan bertempat tinggal di Kenayan. Pecinan sampai sekarang yang berada di wilayah di tengah-tengah Kota Kenayan dinamakan wilayah Pecinan.
Sebelah tengah Kenayan yang dinamakan Gudang Uyah terdapat tapak tilas makam Mbah Tukang yang juga salah satu pendiri Desa Kenayan yang dulunya tukang kayu sehingga terkenal dengan Mbah Tukang. Sebelah timur dinamakan Kenayan Balong dulunya daerah banjir dan jalan berlubang serta banyak airnya, yang akhirnya dinamakan Kenayan Balong. Di daerah Kenayan Balong juga terdapat tapak tilas makam Mbah Pakel, yang terletak di utara perempatan Kantor Kelurahan Kenayan sekarang ini.
Sebelah Utara ada Pabrik Keramik dan sekarang sudah menjadi bangunan Ruko Trade Sudirman Centre, sedang sebelah Selatan dulunya Pasar Sore dan ada makam umum serta pohon beringin besar, yang lama kelamaan oleh warga di tempati walaupun sebagaian tanahnya milik PJKA akan tetapi sudah bertahun-tahun mereka tinggal disitu untuk menambah taraf hidup dengan usaha dagang walaupun yang sebelah selatan sudah diminta kembali tanahnya oleh PJKA dan dijadikan RUKO PJKA.
Berikut nama – nama pejabat pemerintahan atau Kepala Desa/Kelurahan Kenayan sebagai berikut:
No.
TAHUN MENJABAT
NAMA PEJABAT
JABATAN
1
1944 – 1974
Citro Sentono
Kepala Desa
2
1974 – 1987
Muryono
Kepala Desa
3
1987 – 1997
Suwardi
Kepala Kelurahan
4
1997 – 2006
Darmadi
Kepala Kelurahan
5
2006 – 2008
Drs. Mundiyar
Kepala Kelurahan
6
2008 – 2014
Eko Budiyono, S.Sos
Lurah
7
2014 – sekarang
Ali Kusno
Lurah

Tulisan keberadaan asal usul Kelurahan Kenayan merupakan penelusuran jejak-jejak kesejarahan mengenai keberadaan suatu daerah. Maka dari itu, tulisan ini merupakan wujud kepedulian generasi untuk selalu mengenang peristiwa bersejarah.